Pagi itu, sebagian siswa kelas XII Ips 3 duduk di dalam kelas, ada baru datang, ada pula yang keluar masuk kelas. Sebagian dari mereka asik berbincang-bicang sambil mengejarkan tugas matematika.
"Lagi apa?" tanya Ayu sesampai di kelas lalu duduk di samping Vira dan Suci yang dari tadi asik membuat tugas.
"Ini lagi buat tugas. Kamu udah buat?" tanya Suci.
"Huh!" kejut Ayu dengan melebar kedua matanya," tugas apa lu?"
"Tugas matematika," jawab Vira.
"Bagilah," rengek Ayu.
"Aku aja baru buat," sahut Vira.
Tak lama kemudian, datanglah Gadis dengan menundukan kepalanya. Ayu melirik Gadis dengan sinis, lalu bangkit dari kursinya.
"Gadis, buku matematika lho mana? Sini," titah Ayu. Gadis pun mengeluarkan bukunya dari tas dan memberinya pada Ayu. Ayu mengambilnya dengan kasar lalu membuang mukanya.
Sri memasuki kelas dan duduk tepat depan meja guru. Lalu ia mengeluarkan buku bacaannya sebagai makanan santapan paginya itu.
"Halo gays!" teriak Olive saat memasuki kelas bersama Lilis.
Sri mengangkat kepalanya melirih ke arah Olive dan Lilis lalu dia kembali membaca buku.
"Kalian lagi apa tuh?" tanya Lilis yang keheranan.
"Buat tugas," kentus Ayu.
"Hah! Tugas apa pula," ucap Lilis
"Matematika," jawab Ayu.
"Bagilah," rengek Olive.
"Duduk sini," titah Ayu.
Olive dan Lilis pun mengejarkan tugas dan mereka mencatat abis sampai selesai.
"Ini buku siapa?" tanya Lilis.
"Ini buku Gadis," jawab Ayu malas.
"Gimana kita kerjain aja dia, biar kenak marah," ucap Olive.
"Setuju," jawab Lilis.
"Kita robeh aja bukunya... nanti dia pasti akan kenak marah sama Ibu Aida yang super galak itu," bisik Olive.
"Ok," sahut Ayu.
"Sini biar aku aja yang robeh." Lilis mengambil buku tersebut lalu merobehnya kemudian melemparnya ke meja Gadis.
Gadis tercengang, "Apa ini?" Dengan mengkerutkan dahinya.
"Itu buku lho," ucap Ayu sinis.
"Hah!" Gadis terkejut, air matanya pun mengalir dari luput matanya dengan menunduk kepalanya. Gadis tidak berani melawan maupun bernatap muka Ayu. Gadis melayu super kejam di kelasnya yang suka membulynya.
Olive dan Lilis hanya bisa tertawa ejek melihat pandangan tersebut. "Dasar cewek tak berguna," gumma Olive.
Isak Gadis terdengar sampai pendengar Sri. Ia sebagai ketua kelas harus bisa mengontrol kelasnya agar tidak keributan apalagi terjadi pembulyan yang tak patut itu terjadi.
Sri menutup bukunya dengan keras sambil menatap ke depan. Lalu bangkit dari tempatnya menuju ke meja Gadis.
"Bisa gak kalian itu, bersikap baik padanya!" teriak Sri.
"Eh, ketua kelas jangan ikut campur deh urusan kami," sahut Lilis malas.
"Bisa gak sih jangan marah-marah," balas Ayu pada Sri.
"Aku di sini sebagai ketua kelas berhak ikut campur. Kalian itu udah bikin kelas menjadi seram tau!" tegas Sri.
"Mentang-mentang lho ketua kelas suka kali ikut campur soal kita. Lho itu urus saja tentang diri lho. Lanjutin sana baca buku," umpat Olive lalu memengang bahu Sri.
Sri melepaskan tangan Olive dari bahunya. Ia tak suka kalau Olive, lilis dan ayu menyetuhnya.
Sahut-menyahut pun terjadi antar sesama. Tak lama Bu Aida pun memasuki kelas. Dari luar pun sudah terdengar suara sepatu Bu Aida.
"Assalamualaikum," ucap Bu Aida lantang membuat anak-anak murid terdiam. Dan kembali ke tempat duduknya.
"Waalaikumsalam," jawab serentak.
"Baiklah! Kita langsung saja, kumpulkan tugasnya," suruh Bu Aida tanpa basa basi.
Kami pun mengumpul tugas, sedangkan Gadis tampak ketakutan, seakan hari ini adalah kematiannya. Ia melihat robek-robekan buku di meja.
"Bagaimana nih?" batinnya.
"Siapa yang tidak buat tugas," ucap Bu Aida, "kalau dari kalian gak ada jawab, saya akan cari sendiri. Nanti mungkin nilainya akan berkurang."
"Saya Bu!" Gadis mengangkat tangan kanannya. Seluruh mata memandanginya. Sedangkan Ayu, Olive dan lilis tersenyum ejek.
"Berdiri ke depan!" suruh Bu Aida mrlotot tajam.
Gadis pun berdiri di depan kelas tepat samping Bu Aida.
"Kenapa gak buat?" tanya Bu Aida.
"Bu-buku saya ketinggalan Bu," bohong Gadis.
"Kamu tahu kan, saya itu paling benci kalo ada alasan gak buat pr, inilah itulah," ujar Bu Aida tegas.
"Maaf Bu."
"Kamu tetap berdiri di situ sampai pelajaran saya selesai," tegas Bu Aida.
Istrirahat.
Gadis menangis, hari ini adalah hari sial baginya. Gadis merasa tak berguna semenjak di buly.
"Kamu gapapa kan?" tanya Suci melihat Gadis menangis. Gadis dengan segara menyapu air mata di wajahnya dengan jemarinya. Ia tak mau merasa dikasihani.
"Iya aku gapapa kok," jawab Gadis sambil tersenyum palsu.
"Kamu pasti nangis karna Ayu dan teman-temannya buly lho 'kan? Mereka itu pantesnya memberi pelajaran," geram Suci.
"Gak usah gitu kali."
"Kamu itu terlalu lemah tau. Cobalah menjadi gadis yang kuat pasti kamu gak kayak gini."
"Memang iya sih. Aku ini lemah, Ayu dan teman-temannya suka kali buly aku," ucap Gadis sedih merasa tak berguna.
"Tenang aja. Aku ada kawan nih yang rela bantuin kamu."
"Siapa?"
"Hmmm... Rahasia," ucap Suci sambil ketawa membuat Gadis degil.
"Ish... bilang luh siapa?"
"Vira."
"Huh! Gak salah lho nyuru aku belajar sama Vira, diakan siswa paling populer di sekolah ini. Aku sendiri pun gak berani bertemanan ama dia."
"Kalo lho bertemanan dengan dia. Lho tuh akan ikut populer. Jadi ayu dan teman-temannya gak berani tuh ngangu lho lagi."
____
"Vira, aku mau ngomong sama lho bentar," ucap Gadis kaku.
"Mau ngomong apa?" tanya Vira datar.
"Nih Vira, Gadis itu ingin jadi seperti lho. Dia itu mau belajar sama lho. Bagaimana cara jadi populer di sekolah ini," jelas Suci pada Vira.
Vira menatap Gadis sangat lama dengan datar. Gadis membalas tatapan Vira dengan kaku. Sedangkan Suci hanya bisa menatap keduanya dengan aneh.
Vira menghela nafas, "Baiklah aku ajarin lho."
"Benarkah?! Makasih," ucap Gadis riang sambil melompat kecil.
Beberapa minggu kemudian. Terlihatlah tiga gadis berjalan di koridor kelas. Ayu dan teman-temannya tercengang.
"Huh! Itu bukannya Gadis? Ngapain itu anak jalan ama Vira dan Suci," ucap Ayu tak terima.
"Iya, jawab Olive dan Lilis.
"Ini gak bisa di terima," umpat Ayu dengan melotot tajam.
"Gimana nih, Yu?" tanya Lilis.
"Entah, lho tau 'kan, kalo Si Vira tuh sangat populer di sekolah. Keknya kita akan kesulitan kerjain Gadis deh."
"Iya," sahut Olive.
Semenjak itu Gadis bebas dari pembulyan Ayu dan teman-temannya. Berkat Vira dan Suci, akhirnya Gadis bisa menjalani kehidupan normal seperti siswa lainnya.

Comments
Post a Comment